Adsense

Cipi dan Fipi Si Merpati Pos Kerajaan

Pada zaman dahulu, hiduplah dua ekor merpati, Si Cipi dan Si Fipi namanya. Kedua merpati itu merupakan merpati kerajaan. Mereka bertugas untuk mengantarkan surat dari ibu kota kerajaan ke desa­-desa yang jauh, dan menyampaikan pesan­ pesan sang Raja kepada para tetua desa. Pada masa itu, memang untuk menyampaikan kabar, orang­-orang menggunakan jasa burung merpati.

Namun, tak semua burung merpati bisa melakukan tugas sebagai merpati pos. Hanya merpati dewasa yang mempunyai sayap yang kuat saja yang mampu terbang jauh. Selain itu, merpati itu juga harus cerdik, karena mereka harus tahu arah desa yang dituju, dan tidak boleh sampai salah tujuan desa. Merpati-­merpati tersebut harus melalui ujian yang dilakukan oleh Raja untuk bisa menjadi merpati pos kerajaan, dan sudah banyak merpati yang gagal melewati ujian tersebut.

Itulah yang membuat Cipi bangga. Selain memang tubuhnya yang sangat gagah, Cipi merupakan merpati pos kerajaan yang terkuat. Ia berbadan besar dan tegap, berbulu putih bersih mengkilap. Ia sering diberi tugas untuk mengantarkan surat­-surat kerajaan ke desa­-desa yang paling jauh di perbatasan. Dan ia hampir selalu berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik.



Lain halnya dengan Fipi. Fipi baru saja diangkat menjadi merpati pos kerajaan. Saat Fipi baru saja bergabung, Cipi dengan pongah bertanya, “Hai, Fipi! Badanmu kecil sekali. Bagaimana bisa kamu diterima sebagai salah satu merpati pos kerajaan? Apakah tak ada merpati yang lebih gagah lagi darimu?”

Saat itu, Fipi hanya tersenyum menanggapi Cipi. Ia memang tak bisa menjawab apa­-apa, karena tubuhnya memang kecil. Bulunya yang abu-­abu membuatnya tampak kontras dengan bulu putih milik Cipi, meski sama bersihnya. Lagipula Fipi memang pendiam, tak terlalu banyak bicara. Namun dalam hati ia yakin, bahwa ia mampu menyelesaikan tugas yang akan diberikan padanya dengan baik. Mungkin sebaik Cipi.

Saatnya tiba.

Seorang mata-­mata kerajaan melapor kepada Raja bahwa akan ada penyerangan kawanan perampok ke beberapa wilayah desa di perbatasan. Kawanan perampok itu terkenal sangat kejam. Mereka akan merampas harta penduduk, dan membakar rumah. Raja segera memerintahkan panglima istana untuk bersiap-­siap menumpas kawanan perampok tersebut.

Namun, pasukan istana memerlukan waktu untuk bersiap diri, dan menempuh perjalanan selama kurang lebih satu hari untuk sampai ke dua desa terjauh di perbatasan tersebut. Mungkin tak akan sempat untuk meminta para penduduk desa untuk mengungsi sebelum kawanan perampok datang. Karena itu, Raja meminta Cipi dan Fipi untuk membawa surat dari Raja kepada tetua dua desa untuk mengungsikan penduduknya.

“Ayo, Cipi, kita berangkat sekarang!” ajak Fipi. Sebuah surat sudah tergulung dan terikat di kakinya dengan pita kecil. “Agar kita tepat waktu sampai di dua desa di perbatasan itu sebelum kawanan perampok datang.”

“Ah, berangkatlah dulu. Sayapku lebih kuat dan lebar daripada sayapmu, aku bisa terbang lebih cepat. Nanti kau akan kususul,” kata Cipi. Dia masih mengantuk sekali, karena saat itu hari masih begitu pagi.

“Baiklah, Cipi. Cepatlah kau menyusul ya?! Supaya tak terlambat.” Kemudian Fipi pun terbang keluar istana, dan menuju ke desa di batas kerajaan.

Namun, Cipi tak juga segera bangun. Bahkan dia tak juga bangun hingga tengah hari. Sementara itu, Fipi telah berhasil menyampaikan surat kerajaan pada tetua desa. Penduduk desa tersebut segera mengungsi ke tempat yang lebih aman, sebelum kawanan perampok datang.

Pada sore harinya, Cipi baru terbangun. Dia segera ingat akan tugasnya, dan dengan cepat terbang ke desa lain di perbatasan. Cipi sampai di desa tersebut menjelang malam.

Terlambat. Kawanan perampok tiba­-tiba menyerang desa itu. Banyak penduduk yang meninggal diserang perampok. Rumah-­rumah dibakar. Pasukan kerajaan tiba, namun tak dapat membantu banyak. Sudah banyak korban yang jatuh.

Raja sangat marah pada Cipi ketika mengetahui bahwa Cipi lalai menyelesaikan tugasnya. Cipi diusir pergi dari kerajaan, dan tak lagi menjadi merpati pos. Cipi begitu malu, dan kemudian menghilang ke hutan.



Pesan moral :
Jangan sombong kalau kamu punya wajah yang cantik, wajah yang tampan nan gagah, karena kecantikan dan ketampananmu itu cuma hanya sementara, Lakukan sesuatu yang berarti dan jadilah orang yang selalu disegani dengan kebaikan dan kerendahan hati, jangan menyombongkan apa yang kamu miliki.

Posting Komentar

0 Komentar