Dari jaman Rasulullah, hidup berdampingan/berbaur dengan kaum non muslim sudah biasa terjadi. Pada jaman moderen sekarang ini pun hidup berdampingan dengan non muslim, merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari .Dan itu bukanlah suatu masalah, karena islam mengakui kebebasan setiap manusia untuk memilih agamanya dan mengajarkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, namun dengan konsekuensi bahwa kelak di akherat setiap manusia akan mempertanggung jawabkan pilihannya tersebut di hadapan ALLAH pencipta alam semesta ini.
Nah... dalam keseharian tentunya seorang mukmin harus punya standar, bagaimana bersikap terhadap non muslim.
Di dalam Alqur’an dengan tegas, ALLAH SWT melarang kaum mukmin untuk menjadikan orang kafir sebagai wali, pemimpin ataupun orang kepercayaan, yang dikarenakan dikhawatirkan mereka akan berkhianat dan membuat kerusakan dengan berbuat dosa di muka bumi. Larangan tersebut tercantum dalam surah ALI IMRAN :
Jadi dalam hal ini apabila masih ada orang islam sebagai pilihan, maka orang islam itulah yang lebih baik dipilih sebagai wali / pemimpin ataupun orang kepercayaan. Tentu kita akan bertanya mengapa demikian ? , jawabnya adalah : bahwa dalam pandangan ALLAH seorang mukmin lebih bisa dipercaya dalam mengemban amanah , karena orang MUKMIN lah yang oleh ALLAH diharapkan menjadi umat pilihan, yaitu umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (kejahatan), sebagaimana termaktub dalam surah ALI IMRAN ayat 104 sebagai berikut :
Penerapan perintah ALLAH pada ayat-ayat di atas dalam kehidupan se hari-hari adalah :
Apabila kita adalah orang yang memegang kewenangan untuk menentukan/memilih seseorang untuk menduduki jabatan tertentu, yang berpengaruh bagi kemaslahatan umum, maka pilihlah orang islam yang taat sebagai pilihan kita, agar amanah bisa terjaga.
Dalam memilih seorang pemimpin, entah itu kepala desa, camat, Bupati, Gubernur ataupun presiden, maka bila memungkinkan pilihlah dari kalangan mukmin yang taat, agar amanah bisa terjaga.
Dan jika hal ini tidak kita laksanakan sesuai perintah ALLAH, maka sebagaimana dinyatakan dalam QS AL ANFAAL ayat 73, maka akan terjadi kekacauan di muka bumi yang dikarenakan dikhianatinya sebuah amanah, dan tentu saja kita ikut bertanggung jawab terhadap dosa dan kekacauan yang ditimbulkan, karenapada dasarnya, apabila ada kemungkaran sedang berlangsung, maka wajib bagi setiap muslim untuk mencegahnya sesuai dengan kemampuan. Bila mampu dengan tindakan, maka cegahlah dengan tindakan,bila tidak mampu, maka dengan ucapan atau nasehat, bila inipun tidak mampu, maka tolaklah dengan hati,dan itulah selemah-lemah iman.
Akhirnya...., marilah kita bersama-sama senantiasa berusaha untuk melaksanakan segala perintah ALLAH. Kita harus yakin bahwa ALLAH lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk bagi manusia. Akal manusia yang sempitlah yang kadang-kadang membuat suatu perintah ALLAH terasa tidak cocok buat manusia, karena cara pandang kita yang individual. Sedangkan ALLAH memandang segala sesuatu dengan cakupan yang lebih luas dan detail.
Nah... dalam keseharian tentunya seorang mukmin harus punya standar, bagaimana bersikap terhadap non muslim.
Di dalam Alqur’an dengan tegas, ALLAH SWT melarang kaum mukmin untuk menjadikan orang kafir sebagai wali, pemimpin ataupun orang kepercayaan, yang dikarenakan dikhawatirkan mereka akan berkhianat dan membuat kerusakan dengan berbuat dosa di muka bumi. Larangan tersebut tercantum dalam surah ALI IMRAN :
Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu). (QS ALI IMRAN : 28)
Jadi dalam hal ini apabila masih ada orang islam sebagai pilihan, maka orang islam itulah yang lebih baik dipilih sebagai wali / pemimpin ataupun orang kepercayaan. Tentu kita akan bertanya mengapa demikian ? , jawabnya adalah : bahwa dalam pandangan ALLAH seorang mukmin lebih bisa dipercaya dalam mengemban amanah , karena orang MUKMIN lah yang oleh ALLAH diharapkan menjadi umat pilihan, yaitu umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (kejahatan), sebagaimana termaktub dalam surah ALI IMRAN ayat 104 sebagai berikut :
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS ALI IMRAN : 104)Dan ayat – ayat lain dalam AL QUR’AN yang mempunyai kandungan yang sama dengan QS ALI IMRAN : 28 di atas antara lain adalah sebagai berikut :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS AL MAA-IDAH : 51)
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS AL ANFAAL : 73)
Penerapan perintah ALLAH pada ayat-ayat di atas dalam kehidupan se hari-hari adalah :
Apabila kita adalah orang yang memegang kewenangan untuk menentukan/memilih seseorang untuk menduduki jabatan tertentu, yang berpengaruh bagi kemaslahatan umum, maka pilihlah orang islam yang taat sebagai pilihan kita, agar amanah bisa terjaga.
Dalam memilih seorang pemimpin, entah itu kepala desa, camat, Bupati, Gubernur ataupun presiden, maka bila memungkinkan pilihlah dari kalangan mukmin yang taat, agar amanah bisa terjaga.
Dan jika hal ini tidak kita laksanakan sesuai perintah ALLAH, maka sebagaimana dinyatakan dalam QS AL ANFAAL ayat 73, maka akan terjadi kekacauan di muka bumi yang dikarenakan dikhianatinya sebuah amanah, dan tentu saja kita ikut bertanggung jawab terhadap dosa dan kekacauan yang ditimbulkan, karenapada dasarnya, apabila ada kemungkaran sedang berlangsung, maka wajib bagi setiap muslim untuk mencegahnya sesuai dengan kemampuan. Bila mampu dengan tindakan, maka cegahlah dengan tindakan,bila tidak mampu, maka dengan ucapan atau nasehat, bila inipun tidak mampu, maka tolaklah dengan hati,dan itulah selemah-lemah iman.
Akhirnya...., marilah kita bersama-sama senantiasa berusaha untuk melaksanakan segala perintah ALLAH. Kita harus yakin bahwa ALLAH lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk bagi manusia. Akal manusia yang sempitlah yang kadang-kadang membuat suatu perintah ALLAH terasa tidak cocok buat manusia, karena cara pandang kita yang individual. Sedangkan ALLAH memandang segala sesuatu dengan cakupan yang lebih luas dan detail.
0 Komentar
Stop Komentar SPAM
Berkomentarlah dengan Sopan
Salam Anak Bangsa